Minggu, 13 November 2011

PENDIDIKAN NASIONAL DALAM BERBAGAI PERSPEKTIF ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas kelompok Mata
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap bangsa dan negara pasti mempunyai cita-cita untuk memajukan negaranya sendiri, agar mampu memposisikan negaranya sejajar atau setara dengan negara lain. Terutama cita-cita dalam bidang pendidikan, hampir semua negara bersaing untuk menjadi nomor satu dari negara lain. Cita-cita dalam bidang pendidikan itulah yang oleh masyarakat Indonesia dirumuskan dalam pendidikan nasional.
Pendidikan nasional adalah pelaksanaan pendidikan suatu negara berdasarkan kepada sosio-kultural, sosio-ekonomis, sosio-psikologis, dan sosio-politis. Pusat orientasinya adalah demi eksistensi bangsa, cita-cita bangsa dan negara, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (UU RI No.20 Thn 2003 Pasal 3).
Dalam filsafat pendidikan terdapat beberapa aliran-aliran seperti aliran realisme, idealisme, progresivisme, esensialisme, perenialisme, rekonstruksionisme yang tentunya memiliki pandangan yang berbeda-beda terhadap sistem pendidikan. Bagaimanakah sumbangsih aliran – aliran tersebut terhadap pendidikan nasional?. Apakah aliran-aliran tersebut memberikan dampak positif dan berpengaruh terhadap pendidikan nasional di indonesia?. Selain itu, Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tentunya mencerminkan pendidikan di Indonesia. Di Indonesia, filsafat pendidikan nasional disebut juga filsafat pendidikan pancasila. Melihat hal itu, Apakah sistem pendidikan Nasional sudah mencerminkan nilai-nilai dan norma pancasila?. Oleh karena itu melalui makalah ini, penyusun mencoba membahas dan mengkaji tentang pendidikan nasional dan perspektif berbagai aliran filsafat pendidikan tentang pendidikan nasional.



B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, penyusun mencoba untuk membahas dan mengkaji sistem pendidikan nasional dan perspektif dari berbagai aliran filsafat pendidikan. Maka, rumusan masalahnya sebagai berikut:
a. Bagaimanakah sejarah pendidikan nasional di Indonesia?
b. Apakah pengertian pendidikan nasional?
c. Bagaimanakah perspektif dari berbagai aliran filsafat pendidikan terhadap pendidikan nasional?
d. Bagaimana implikasi aliran-aliran filsafat pendidikan terhadap pendidikan nasional?



BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Pendidikan Nasional
Fakta sejarah pendidikan nasional di Indonesia tidak terlepas adanya segregasi sosial, dimana terjadi pemisah antara anggota masyarakat yang berpunya dan anggota masyarakat yang tidak berpunya dilihat dari latar belakang ekonomis. Pemisahan tersebut sesungguhnya secara langsung atau tidak langsung mengarah pada era penjajahan kolonial Belanda yang memisahkan masyarakat bumiputra kepada dua kelompok, yaitu masyarakat priyayi atau ningrat yang memiliki kekuasaan dan kekayaan dengan kaum rakyat jelata yang belum jelas masa depannya, karena mereka dipandang sebagai penonton pembangunan pendidikan dalam arti sempit, dan bukan penikmat pembangunan negara bangsa (nation state) dalam arti luas.
Kaum ningrat atau priyayi tadi menerima warisan sejarah dari leluhur mereka yang juga ningrat atau priyayi, atau justru peringkat sosial yang terpandang di mata masyarakat tersebut diperoleh melalui kedekatan pribadi atau kelompok orang dengan penguasa kolonial Belanda. Dengan kata lain kita dapat mengistilahkan sebagian dari kaum ningrat atau priyayi tersebut sebagai "boneka" atau antek-antek penjajah. Namun yang pasti mereka memperoleh pendidikan yang baik dan setara dengan anak-anak Belanda. Oleh karenanya akses pendidikan pada era tersebut lebih berorientasi pada kaum berada yang memiliki kuasa dan kekayaan. Sementara kaum rakyat jelata masih perlu merayap atau bahkan asyik menunggu keajaiban untuk memperoleh pendidikan yang layak.
Melihat persoalan di atas apakah selamanya pendidikan di Indonesia pada era kemerdekaan ini tidak terlepas dari masalah segregasi sosial? Apakah kemerdekaan negara Indonesia akan mampu menyetarakan pendidikan tanpa perbedaan suku, ras, agama, dan kelas sosial yang menjadi idaman setiap putra-putri terbaik bangsa untuk mengenyam pendidikan setinggi-tingginya?
Dari uraian di atas membangun sebuah peradaban selalu dihubungkan dengan pendidikan. Kemudian apakah kita akan meruntuhkan peradaban melalui proses pemiskinan ilmu pengetahuan yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan itu sendiri atau kita sedang merekayasa sebuah proses pembodohan masyarakat secara sistematis.
Di rancanglah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pada bab IV tentang hak dan kewajiban warga negara, orang tua masyarakat dan pemerintah; Pasal 5 ayat (1) menyatakan setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Berangkat dari amanat Undang-Undang Sisdiknas tersebut di atas, kita memperoleh gambaran yang jelas bahwa setiap warga negara seharusnya memiliki hak yang sama dalam memperoleh pendidikan yang bermutu, mulai dari tingkat pendidikan yang terendah sampai dengan yang tertinggi sekalipun, sehingga keinginan-keinginan putra-putri bangsa Indonesia untuk mengenyam pendidikan setinggi-tingginya dapat tercapai.

B. Pengertian Pendidikan Nasional
Pendidikan nasional adalah pelaksanaan pendidikan suatu negara berdasarkan kepada sosio-kultural, sosio-ekonomis, sosio-psikologis, dan sosio-politis. Pusat orientasi adalah demi eksistensi bangsa, cita-cita bangsa dan negara, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Sedangkan pengertian pendidikan nasional berdasarkan pada Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia yang sesuai dengan pancasila dan UUD 1945.
Negara Indonesia, seperti negara-negara lain pada umumnya yang mempunyai cita-cita untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, mempunyai tujuan nasional dalam bidang pendidikan yang kemudian sering diistilahkan sebagai pendidikan nasional.
Sistem Pendidikan nasional di Indonesia sendiri ditetapkan melalui Undang- Undang yaitu Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 tahun 1989 yang ditetapkan dan disahkan pada tanggal 27 Maret 1989. Didalam Undang-Undang tentang sistem pendidikan nasional tersebut berisikan 20 bab 59 pasal yang isinya mengatur tentang sistem pendidikan nasional di Indonesia, mulai dari pengantar, kurikulum, peserta didik, lembaga pendidikan tinggi dan lain sebagainya.
Makalah ini berpusat pada isi Undang-undang tersebut yang akan dikontekskan dengan aliran-aliran filsafat pendidikan. Sebagian dari isi Undang-Undang Sistem pendidikan nasional yang akan dibahas dalam makalah ini diantaranya adalah: dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional Indonesia, peserta didik, tenaga kependidikan, kurikulum, dan ada baiknya dibahas sedikit tentang pasal lembaga pendidikan tinggi.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah berbagai penjelasan tentang :
Dasar, Fungsi, dan Tujuan Pendidikan Nasional
Sesuai dengan Undang-Undang tentang sistem pendidikan nasional BAB II pasal 2, 3, dan 4 bahwa :
Pasal 2
Dasar dari pendidikan Nasional di Indonesia adalah UUD 1945 dan Pancasila.
Pasal 3
Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional.
Pasal 4
Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Peserta didik
Berdasarkan Undang-Undang No 2 tahun 1989 bahwa peserta didik dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia diatur dalam BAB VI pasal 23-26 yaitu sebagai berikut :
Pasal 23
1. Pendidikan nasional bersifat terbuka dan memberi keleluasaan gerak kepada peserta didik.
2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat 1 diatur oleh Menteri.

Pasal 24
Setiap peserta didik pada suatu satuan pendidikan mempunyai hak sebagai berikut:
1. Mendapat perlakuan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
2. Mengikuti program pendidikan yang bersangkutan atas dasar pendidikan berkelanjutan, baik untuk mengembangkan kemampuan diri maupun untuk memperoleh pengakuan tingkat pendidikan tertentu yang telah dibakukan.
3. Mendapat bantuan fasilitas belajar, beasiswa, atau bantuan lain sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
4. Pindah ke satuan pendidikan yang sejajar atau yang tingkatnya lebih tinggi sesuai dengan persyaratan penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan yang hendak dimasuki.
5. Memperoleh penilaian hasil belajarnya.
6. Menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari waktu yang ditentukan.
7. Mendapat pelayanan khusus bagi yang menyandang cacat.
Pasal 25
1. Setiap peserta didik berkewajiban untuk :
1. Ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku;
2. Mematuhi semua peraturan yang berlaku;
3. Menghormati tenaga kependidikan;
4. Ikut memelihara sarana dan prasarana serta kebersihan, ketertiban, dan keamanan satuan pendidikan yang bersangkutan.
2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur oleh menteri.
Pasal 26
Peserta didik berkesempatan untuk mengembangkan kemampuan dirinya dengan belajar setiap saat dalam perjalanan hidupnya sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan masing-masing.


Tenaga Kependidikan
Tenaga kependidikan dalam UU No 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan nasional diatur dalam BAB VII pasal 27-pasal 32 yaitu sebagai berikut :
Pasal 27
1. Tenaga kependidikan bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan/atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan.
2. Tenaga kependidikan, meliputi tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar.
3. Tenaga pengajar merupakan tenaga pendidik yang khusus diangkat dengan tugas utama mengajar yang pada jenjang pendidikan dasar dan menengah disebut guru dan pada jenjang pendidikan tinggi disebut dosen.
Pasal 28
1. Penyelenggaraan kegiatan pendidikan pada suatu jenis dan jenjang pendidikan hanya dapat dilakukan oleh tenaga pendidik yang mempunyai wewenang mengajar.
2. Untuk dapat diangkat sebagai tenaga pengajar, tenaga pendidik yang bersangkutan harus beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berwawasan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta memiliki kualifikasi sebagai tenaga pengajar.
3. Pengadaan guru pada jenjang pendidikan dasar dan menengah pada dasarnya diselenggarakan melalui lembaga pendidikan tenaga keguruan.
4. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
Untuk kepentingan pembangunan nasional, pemerintah dapat mewajibkan warga negara Republik Indonesia atau meminta warga negara asing yang memiliki ilmu pengetahuan dan keahlian tertentu menjadi tenaga pendidik.



Pasal 30
Setiap tenaga kependidikan yang bekerja pada satuan pendidikan tertentu mempunyai hak-hak berikut :
1. Memperoleh penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial :
a. Tenaga kependidikan yang memiliki kedudukan sebagai pegawai negeri memperoleh gaji dan tunjangan sesuai dengan peraturan umum yang berlaku bagi pegawai negeri;
b. Pemerintah dapat memberi tunjangan tambahan bagi tenaga kependidikan ataupun golongan tenaga kependidikan tertentu;
c. Tenaga kependidikan yang bekerja pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat memperoleh gaji dan tunjangan dari badan/perorangan yang bertanggung jawab atas satuan pendidikan yang bersangkutan.
2. Memperoleh pembinaan karir berdasarkan prestasi kerja;
3. Memperoleh perlindungan hukum dalam melakukan tugasnya;
4. Memperoleh penghargaan seuai dengan darma baktinya;
5. Menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan yang lain dalam melaksanakan tugasnya.
Pasal 31
Setiap tenaga kependidikan berkewajiban untuk :
1. Membina loyalitas pribadi dan peserta didik terhadap ideologi negara Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2. Menjunjung tinggi kebudayaan bangsa;
3. Melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan pengabdian;
4. Meningkatkan kemampuan profesional sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan bangsa;
5. menjaga nama baik sesuai dengan kepercayaan yang diberikan masyarakat, bangsa, dan negara.

Pasal 32
1. Kedudukan dan penghargaan bagi tenaga kependidikan diberikan berdasarkan kemampuan dan prestasinya.
2. Pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah diatur oleh Pemerintah.
3. Pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur oleh penyelenggara satuan pendidikan yang bersangkutan.
4. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Kurikulum
Kurikulum dalam sistem pendidikan nasional diatur dalam UU No 2 tahun 1989 BAB IX Pasal 37-39 yaitu sebagai berikut :
Pasal 37
Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.
Pasal 38
1. Pelaksanaan kegiatan pendidikan dalam satuan pendidikan didasarkan atas kurikulum yang berlaku secara nasional dan kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan serta kebutuhan lingkungan dan ciri khas satuan pendidikan yang bersangkutan.
2. Kurikulum yang berlaku secara nasional ditetapkan oleh Menteri atau Menteri lain atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen berdasarkan pelimpahan wewenang dari Menteri.
Pasal 39
1. Isi kurikulum merupakan susunan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional.
2. Isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat :
a. Pendidikan pancasila.
b. Pendidikan agama.
c. Pendidikan kewarganegaraan.
3. Isi kurikulum pendidikan dasar memuat sekurang-kurangnya bahan kajian ajaran tentang :
a. Pendidikan Pancasila;
b. Pendidikan agama;
c. Pendidikan kewarganegaraan;
d. Bahasa Indonesia;
e. Membaca dan menulis;
f. Matematika (termasuk berhitung);
g. Pengantar sains dan teknologi;
h. Ilmu bumi;
i. Sejarah nasional dan sejarah umum;
j. Kerajinan tangan dan kesenian;
k. Pendidikan jasmani dan kesehatan;
l. Menggambar; serta
m. Bahasa inggris.
4. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur oleh Menteri.
Dan sebagai pembelajaran kita yang sedang menempuh pendidikan di lembaga pendidikan tinggi (Perguruan Tinggi), maka kami juga membahas sedikit tentang pasal yang mengatur lembaga pendidikan tinggi di Indonesia berikut ini :
Lembaga Pendidikan Tinggi
Lembaga Pendidikan Tinggi dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia merupakan bagian dari sub bab jenjang pendidikan. Jenjang pendidikan sendiri dalam Sistem Pendidikan Nasional diatur dalam Bab V UU No 2 tahun 1989 pada bagian keempat pasal 16- pasal 22 sebagai berikut :
Pasal 16
1. Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan dari pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan /atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan /atau menciptakan pengetahuan, teknologi dan /atau kesenian.
2. Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut perguruan tinggi yang dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas.
3. Akademi merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan terapan dalam satu cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan, teknologi, atau kesenian tertentu.
4. Politeknik merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan terapan dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus.
5. Sekolah tinggi merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam satu disiplin ilmu tertentu.
6. Institut merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sekelompok disiplin ilmu yang sejenis.
7. Universitas merupakan perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam sejumlah disiplin ilmu tertentu.
8. Syarat-syarat dan tata cara pendirian, struktur perguruan tinggi dan penyelenggaraan pendidikan tinggi ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 17
1. Pendidikan tinggi terdiri atas pendidikan akademik dan pendidikan profesional.
2. Sekolah tinggi, institut, dan universitas menyelenggarakan pendidikan akademik dan/ atau profesional.
3. Akademi dan politeknik menyelenggarakan pendidikan profesional.
Pasal 18
1. Pada perguruan tinggi ada gelar sarjana, magister, doktor, dan sebutan profesional.
2. Gelar sarjana hanya diberikan oleh sekolah tinggi, institut, dan universitas.
3. Gelar magister dan doktor diberikan oleh sekolah tinggi, institut, dan universitas yang memenuhi persyaratan.
4. Sebutan profesional dapat diberikan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan profesional
5. Institut dan universitas yang memenuhi persyaratan berhak untuk memberikan gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa) kepada tokoh-tokoh yang dianggap perlu memperoleh penghargaan amat tinggi berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan ataupun kebudayaan.
6. Jenis gelar dan sebutan, syarat-syarat dan tata cara pemberian, perlindungan dan penggunaannya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
1. Gelar dan/atau sebutan lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan digunakan oleh lulusan perguruan tinggi yang dinyatakan berhak memiliki gelar dan/atau sebutan yang bersangkutan.
2. Penggunaan gelar dan/atau sebutan lulusan perguruan tinggi hanya dibenarkan dalam bentuk yang diterima dari perguruan tinggi yang bersangkutan atau dalam bentuk singkatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 20
Penggunaan gelar akademik dan/atau sebutan profesional yang diperoleh dari perguruan tinggi di luar negeri harus digunakan dalam bentuk asli sebagaimana diperoleh dari perguruan tinggi yang bersangkutan, secara lengkap ataupun dalam bentuk singkatan.
Pasal 21
1. Pada universitas, institut, dan sekolah tinggi dapat diangkat guru besar atau profesor.
2. Pengangkatan guru besar atau profesor sebagai jabatan akademik didasarkan atas kemampuan dan prestasi akademik atau keilmuan tertentu.
3. Syarat-syarat dan tata cara pengangkatan termasuk penggunaan sebutan guru besar atau profesor ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 22
1. Dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan pada perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan.
2. Perguruan tinggi memiliki otonomi dalam pengelolaan lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi dan penelitian ilmiah.
3. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Selain berbagai hal yang telah dipaparkan diatas, pendidikan nasional sendiri juga mempunyai visi dan misi. Visi dan misi pendidikan nasional ini telah menjadi rumusan dan dituangkan pada bagian “penjelasan” atas UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Visi dan misi pendidikan nasional ini adalah merupakan bagian dari strategi pembaruan sistem pendidikan. Adapun visi dan misi pendidikan nasional adalah sebagai berikut :
Visi Pendidikan Nasional
Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata social yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.Dengan visinya tersebut, maka pendidikan nasional merumuskan misinya, dan misi dari pendidikan nasional adalah sebagai berikut :
Misi Pendidikan Nasional
1. mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;
2. membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;
3. meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral;
4. meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global; dan
5. memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan RI.

C. Perspektif Aliran Idealisme Terhadap Pendidikan Nasional
Aliran filsafat idealisme telah terbukti memperhatikan masalah-masalah pendidikan, sehingga cukup berpengaruh terhadap pemikiran dan praktik pendidikan. Idealisme sangat concer tentang keberadaan sekolah. Aliran inilah satu-satunya yang melakukan oposisi secara fundamental terhadap naturalisme. Pendidikan harus tetap eksis sebagai lembaga untuk proses pemasyarakatan manusia sebagai kebutuhan spiritual, dan sekedar kebutuhan alam semata.
Para murid yang menikmati penddidikan di masa aliran idealisme sedang gencar-gencarnya diajarkan, memperoleh pendidikan dengan mendapatkan pendekatan (approach) secara khusus. Sebab, pendekatan dipandang sebagai cara yang sangat penting. Giovanni Gentile pernah mengemukakan,”Para guru tidak boleh berhenti hanya di tengah pengkelasan murid, atau tidak mengawasi satu per satu muridnya atau tingkah lakunya. Seorang guru mesti masuk ke dalam pemikiran terdalam dari anak didik, sehingga kalau perlu ia berkumpul hidup bersama anak didik. Guru jangan hanya membaca beberapa kali spontanitas anak yang muncul atau sekedar ledakan kecil yang tidak banyak bermakna.
1. Tujuan Pendidikan
Menurut para filsuf idealisme, pendidikan bertujuan untuk membantu perkembangan pikiran dan diri pribadi (self) siswa. Mengingat bakat manusia berbeda-beda maka pendidikan yang diberikan kepada setiap orang harus sesuai dengan bakatnya masing-masing dan memfokuskan kajian pada perkembangan mental pelajar.
Sejak idealisme sebagai paham filsafat pendidikan menjadi keyakinan bahwa realitas adalah pribadi, maka mulai saat itu dipahami tentang perlunya pengajaran secara individual. Pola pendidikan yang diajarkan filsafat idealisme berpusat dari idealisme. Pengajaran tidak sepenuhnya berpusat dari anak, atau materi pelajaran, juga bukan masyarakat, melainkan berpusat pada idealisme. Maka, tujuan pendidikan menurut paham idealisme terbagi atas tiga hal, tujuan untuk individual, tujuan untuk masyarakat, dan campuran antara keduanya.
Pendidikan idealisme untuk individual antara lain bertujuan agar anak didik bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis dan penuh warna, hidup bahagia, mampu menahan berbagai tekanan hidup, dan pada akhirnya diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan sesama manusia. Karena dalam spirit persaudaraan terkandung suatu pendekatan seseorang kepada yang lain. Seseorang tidak sekadar menuntut hak pribadinya, namun hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya terbingkai dalam hubungan kemanusiaan yang saling penuh pengertian dan rasa saling menyayangi. Sedangkan tujuan secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan individual dengan sosial sekaligus, yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang berkaitan dengan Tuhan.
2. Kurikulum Pendidikan
Kurikulum Pendidikan idealisme berisikan pendidikan liberal dan pendidikan nasional atau praktis. Pendidikan liberal dimaksudkan untuk pengembangan kemampuan-kemampuan rasional dan moral. Pendidikan vokasional dimaksudkan untuk pengembangan kemampuan suatu kehidupan/pekerjaan.
Kurikulum penganut idealisme menekankan kajian humanitiest (kemanusiaan). Sejarah dan kesusastraan saangat cocok karena kajian ini membantu pelajar dalam usaha pencariannya menemukan sosok manusia dan masyarakat ideal. Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada pengajaran yang textbook. Agar supaya pengetahuan dan pengalamannya senantiasa aktual.
3. Metode Pendidikan
Tidak cukup mengajarkan siswa tentang bagaimana berfikir, sangat penting bahwa apa yang siswa pikirkan menjadi kenyataan dalam perbuatan. Metode mengajar hendaknya mendorong siswa untuk memperluas cakrawala, mendorong berfikir reflektif, mendorong pilihan-pilihan moral pribadi, memberikan keterampilan-keterampilan berfikir logis, memberikan kesempatan mengggunakan pengetahuan untuk masalah-masalah moral dan sosial, meningkatkan minat terhadap isi mata pelajaran, dan mendorong siswa untuk menerima nilai-nilai peradaban manusia. bisa melalui model diskusi dalam kelas atau studi pustaka di perpustakaan ataupun studi lapangan.
4. Peran Guru dan Siswa
Para filsuf idealisme mempunyai harapan yang tinggi dari para guru. Keunggulan harus ada pada guru, baik secara moral maupun intelektual. Tidak ada satu unsur pun yang lebih penting di dalam sistem sekolah selain guru. Guru hendaknya bekerja sama dengan alam dalam proses menggabungkan manusia, bertanggung jawab menciptakan lingkungan pendidikan bagi para siswa. Guru dalam sistem pengajaran yang menganut aliran idealisme berfungsi sebagai: (1) personifikasi dari kenyataan si anak didik; (2) guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan dari siswa; (3) guru harulah menguasai teknik mengajar secara baik; (4) guru harus menjadi pribadi yang baik; (5) guru menjadi teman bagi para murid; (6) guru harus menjadi pribadi yang mampu membangkitkan gairah murid untuk belajar; (7) guru harus menjadi idola bagi para siswa; (8) guru harus rajin beribadah, sehingga menjadi insan kamil yang bisa menjadi teladan bagi para siswa; (9) guru harus menjadi pribadi yang komunikatif; (10) guru mampu mengapresiasi terhadap subjek yang menjadi bahan ajar yang diajarkannya; (11) guru juga harus ikut belajar sebagaimana siswa belajar; (12) guru bersikap demokratis, dll.
Sedangkan bagi siswa, mereka berperan bebas mengembangkan kepribadian dan bakatnya. Peserta didik merupakan seorang pribadi tersendiri, sebagai makhluk spiritual. Mereka yang menganut paham idealisme senantiasa memperlihatkan bahwa apa yang mereka lakukan merupakan ekspresi dari keyakinannya, sebagai pusat utama pengalaman pribadinya sebagai makhluk spiritual. Jadi guru tidak melihat murid sebagai apa adanya, tanpa adanya spiritual.

D. Perspektif Aliran Perenialisme Terhadap Pendidikan
Aliran Perenialisme memandang bahwa pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan sekarang. Perenialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh, baik berupa teori maupun praktik bagi kebudayaan dan praktik pendidikan zaman sekarang. Maka dapat dikatakan bahwa aliran ini menginginkan untuk mengembalikan pendidikan zaman sekarang untuk dikembalikan pada kebudayaan dan pendidikan pada masa lampau.
1) Tujuan Pendidikan
Bagi kaum perenialis, nilai-nilai kebenaran adalah bersifat universal dan abadi. Inilaah yang menjadi tujuan pendidikan sejati. Oleh karena itu, tujuan pendidikan adalah membantu peserta didik menyiapkan dan menginternalisasikan nilai-nilai kebenaran yang abadi agar mencapai kebijakan dan kebaikan dalam hidup.
Sekolah dijadikan tempat untuk mempersiapkan peserta didik atau orang muda untuk menghadapi kehidupan dan mempersiapkan anak didik ke arah keemasan melalui akalnya dengan memberikan pengetahuan.
2) Kurikulum Pendidikan
Kurikulum pendidikan perenialisme bersifat subject centered, berpusat pada materi pelajaran. Materi pelajaran bersifat seragam, universal, dan abadi. Selain itu materi pelajaran harus berarah pada pembentukan rasionalitas manusia karena demikianlah hakikat manusia. Materi pelajaran memiliki status tertinggi dalam kurikulum pendidikan.
Prinsip-prinsip kurikulum untuk sekolah dasar berlaku pula untuk sekolah menengah dengan suatu prinsip peningkatan pemasakan akal anak didik. Peningkatan ini adalah dalam bentuk pendidikan umum, yang menuntun perkembangan umum, psikis, dan fisik anak didik yang berumur 12 – 20 tahun. Anak didik yang berumur 12 – 16 tahun kurikulum yang diperlukan terdiri dari bahasa-bahasa asing kuno seperti latin dan Yunani dan bahasa-bahasa modern. Anak 16 – 20 tahun kurikulum yang diperlukan adalah:
a. Yang mendapat kunci dari penalaran seperti logika, retorika, paramasastra dan ilmu pasti.
b. Yang termasuk ke dalam buku-buku besar sepanjang masa. Golongan ini adalah tulisan dari tokoh-tokoh besar pula sepanjang masa.
Golongan yang pertama adalah pengetahuan yang dapat meningkatkan atau mempertinggi kecerdasan akal, sedangkan golongan kedua adalah si hakiki dari kebudayaan. Kelompok-kelompok kemanusiaan di atas bila dilanjutkan pada taraf pendidikan tertinggi dapat merupakan bagian dari pendidikan umum, dan tugas pendidikan umum ini diselenggarakan pada tahun-tahun pertama.
3) Metode pendidikan
Metode pendidikan yang digunakan oleh perrenialis adalah membaca dan diskusi, yaitu membaca dan mendiskusikan karya-karya yang tertuang dalam the greats books dalam rangka mendisiplinkan pikiran.
4) Peran guru dan siswa
Kaum perenialis berpendapat bahwa siswa adalah subyek sekaligus inti dalam pelaksanaan pendidikan, sedangkan guru hanya bertugas menolong membangkitkan potensi yang dimiliki anak didik agar menjadi aktif dan nyata, bukan membentuk atau memberikan kemampuan kepada anak didik.

E. Perspektif Aliran Essensialisme Terhadap Pendidikan Nasional
Essensialisme merupakan aliran filsafat yang lahir dari perkawinan dua aliran filsafat yakni idealisme dan realisme, titik tinjauannya adalah mengenai alam dan dunia fisik, sedangkan idealism modern, pandangan-pandangannya bersifat spiritual. Ciri utama essensialisme adalah pendidikan haruslah bersendikan atas nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan. Agar terpenuhi maksud tersebut nilai-nilai itu perlu dipilih yang mempunyai tata yang jelas dan yang telah teruji oleh waktu. Nilai-nilai yang dapat memenuhi hal tersebut adalah yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama empat abad belakangan ini.
Prinsip-prinsip pendidikan menurut aliran essensialisme yaitu:
1. Tugas pertama sekolah adalah mengajarkan pengetahuan dasariah.
2. Belajar adalah usaha keras dan menuntut kedisiplinan.
3. Guru adalah lokus toritas ruang kelas.
4. Sekolah harus mempertahankan metode-metode tradisional yang bertautan dengan disiplin mental.
5. Tujuan akhir pendidikan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umum sebagai tututan demokrasi yang nyata.
1. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan essensialisme adalah untuk meneruskan warisan budaya dan warisan sejarah melalui pengetahuan inti yang terakumulasi dan telah bertahan dalam kurun waktu yang lama, serta merupakan suatu kehidupan yang telah teruji oleh waktu dan dikenal oleh semua orang.
2. Kurikulum Pendidikan
Kurikulum essensialisme berpusat pada mata pelajaran (subject matter centered). Penekanan kurikulum di sekolah dasar terletak pada kemampuan dasar membaca, menulis dan matematika. Sedangkan di sekolah menengah diperluas dengan perluasan pada matematika, sains, humaniora, bahasa dan sastra.
Idealism memandang bahwa kurikulum hendaknya berpangkal pada landasan ideal dan organisasi yang kuat. Pandangan Herman Harrell Horne yang digambarkan oleh Bogoslousky, bahwa kurikulum idealism dapat digambarkan sebuah rumah yang mempunyai empat bagian yakni :
1. Universum. Maksud dari universum adalah bahwa pengetahuan merupakan latar belakang dari segala sesuatu manifestasi kehidupan manusia. Di dalamnya ada kekuatan-kekuatan alam, asal-usul tata surya dan lain-lainnya.
2. Sivilisasi. Bahwa, dengan sivilisasi manusia mampu mengadakan pengawasan terhadap lingkunganya, mengejar kebutuhannya, dan hidup aman dan sejahtera.
3. Kebudayaan. Merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia dan yang mencakup pengetahuan filsafat yaitu kesenian, kesusastraan, agama, penafsiran dan penilaian mengenai lingkungan.
4. Kepribadian. Kurikulum merupakan bagian yang bertujuan untuk membentuk kepribadian dalam arti riil yang tidak bertentangan dengan kepribadian ideal. Dalam kurululum hendaklah diusahakan agar faktor-faktor fisiologis, emosional, dan intelektual sebagai keseluruhan, dapat berkembang harmonis dan organis, sesuai dengan kemanusiaan yang ideal tersebut.
3. Peran Sekolah, Guru dan Siswa
Peranan sekolah adalah memelihara dan menyampaikan warisan budaya dan sejarah pada generasi pelajar saat ini, melalui pengalaman-pengalaman yang terakumulasi dari disiplin tradisional. Belajar efektif di sekolah adalah proses belajar yang keras dalam penanaman fakta-fakta dengan penggunaab waktu relatif singkat. Kurikulum dan lingkungan disusun oleh guru, waktu, tenaga, dan semua ditujukan untuk belajar yang esensial.
Siswa pergi sekolah untuk belajar, bukan untuk mengatur pelajaran. Dalam hal ini sekolah bertanggung jawab atas pemberian pengajaran yang logis atau dapat dipercaya. Sekolah juga berkuasa untuk menuntut hasil belajar siswa.
4.Metode Pendidikan
Metode dalam essensialisme lebih bersedia menerima atau menyerap masukan-masukan positif progressivisme, jika dibandingkan dengan perenialisme. Tetapi dalam metode tradisional lebih menekankan pada inisiatif guru.



F. Perspektif Aliran Progressivisme Terhadap Pendidikan Nasional
Progressivisme berkeyakinan bahwa pendidikan harus berpusat pada anak bukan pada guru atau bidang muatan. Pendidikan selalu dalam proses pengembangan, penekanannya adalah perkembangan individu, masyarakat dan kebudayaan. Pendidikan harus siap memperbaharui metode, kebijaksanaannya, berhubungan dengan sains dan teknologi serta perubahan lingkungan. Pendidikan diartikan sebagai rekonstruksi pengalaman yang berlangsung terus-menerus. Untuk memperoleh pengetahuan yang benar, kaum progresif sepakat dengan pandangan Dewey, yaitu menekankan pengalaman indera, belajar sambil bekerja dan mengembangkan intelegensi sehingga anak dapat menemukan dan memecahkan masalah yang dihadapi.
Progresivisme pengikut Dewey didasarkan pada asumsi :
1) Muatan kurikulum harus diperoleh dari minat-minat siswa bukannya dari disiplin-disiplin akademik.
2) Pengajaran dikatakan efektif jika mempertimbangkan anak secara menyeluruh dan minat-minat serta kebutuhan-kebutuhannya.
3) Pembelajarannya pada dasarnya aktif.
4) Tujuan pendidikan adalah mengajar siswa berpikir secara rasional.
5) Disekolah, siswa mempelajari nilai-nilai personal dan sosial.
6) Umat manusia berada dalam suatu keadaan yang berubah secara konstan dan pendidikan memungkinkan untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik.

G. Perspektif Aliran Rekonstruksionisme Terhadap Pendidikan Nasional
Menurut aliran rekonstruksionis, aliran ini melihat bahwa terdapat masalah atau krisis yang sangat kronis dan mengkhawatirkan terutama dalam persoalan pendidikan dalam dunia modern saat ini. Pendidikan masa modern saat ini telah mengalami pergesera makna yang mengakibatkan kebrobokan, kerusakan, kebingungan, dan tidak menentunya prinsip manusia sehingga menghilangkan jati diri mereka.selain itu, aliran rekonstruksionis juga menganggap bahwa telah terjadi kegagalan dalam sistem pendidikan modern. Sistem pendidikan modern telah banyak terjebak dalam pendidikan yang bersifat pragmatis.

1. Tujuan Pendidikan
Wujud nyata yang ingin dicapai dalam pendidikan rekonstruksionis adalah dapat terlaksananya tugas sekolah-sekolah rekonstruksionis yaitu mengembangkan “insinyur-insinyur” sosial, warga-warga negara yang mempunyai tujuan mengubah secara radikal wajah masyarakat masa kini.
Adapaun tujuan pendidikan rekonstruksionisme secara spesifik adalah membangkitkan kesadaran para peserta didik tentang masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi umat manusia dalam skala global, dan mengajarkan kepada mereka ketrampilan-ketramapilan yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut.
2. Kurikulum Pendidikan
Kurikulum pendidikan aliran ini, banyak berisi masalah-masalah kompleks yaitu masalah-masalah sosial, ekonomi, politik yang dihadapi umat manusia, yang termasuk didalamnya masalah-masalah pribadi para peserta didik itu sendiri, sehingga peserta didik telah terbiasa dididik untuk dapat menyelesaikan permasalahan hidup secara nyata. Selain itu, kurikulum dalam aliran ini, juga berisikan program-program perbaikan yang ditentukan secara ilmiah untuk aksi kolektif.
3. Metode Pendidikan
Menurut aliran rekonstruksionisme, metode pendidikan yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran dan pendidikan adalah metode yang dapat menuntut keaktifan peserta didik dan ketrampilan serta kecakapan peserta didik dalam memecahkan masalah, menganalisis kebutuhan hidup, dan penyusunan program aksi perbaikan masyarakat, karena pada hakekatnya pendidikan dituntut untuk dapat mewujudkangenerasi yang mampu mengatasi setiap permasalahan kehidupan secara menyeluruh.
4. Peran guru dan siswa
Peran guru atau pendidik menurut aliran rekonstruksionisme adalah bahwa pendidik harus mampu membuat peserta didik menyadari masalah-masalah yang dihadapi umat manusia, membantu mereka merasa mengenali masalah-masalah tersebut sehingga mereka merasa terikat untuk memecahkannya. Pendidik harus terampil dalam membantu peserta didik menghadapi kontroversi dan perubahan serta mampu menumbuhkan cara berpikir yang berbeda-beda sebagai suatu cara menciptakan alternatif pemecahan masalah.
Peserta didik dituntut untuk lebih memahami bagaimana cara menerapkan pengetahuan yang dipelajari sebagai suatu alat untuk memecahkan masalah- masalah pendidikan.

H. Implikasi Beberapa Aliran Pendidikan Terhadap Pendidikan Nasional
1) Tujuan pendidikan nasional sejalan dengan tujuan pendidikan aliran perenialisme
Tujuan pendidikan nasional sejalan dengan tujuan pendidikan aliran perenialisme karena sama-sama mempunyai tujuan untuk membentuk manusia yang berketuhanan dan memiliki prinsip-prinsip kebenaran yang abadi agar mencapai kebajikan dalam hidupnya.
2) Kurikulum pendidikan nasional sejalan dengan kurikulum progresivisme
Kurikulum pendidikan nasional sejalan dengan kurikulum progresivisme, hal ini dapat dilihat dari kesamaan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan zaman sehingga dapat melaksanakan pendidikan yang lebih maju dari sebelumnya.
Selain itu, muatan kurikulum pendidikan nasional seiring dengan kurikulum aliran progresivisme karena dalam muatan kurikulum tersebut sama-sama ingin mengembangkan kemampuan dan ketrampilan peserta didik.
3) Peran peserta didik dan pendidik sejalan dengan aliran perenialisme dan progresivisme
Peserta didik dan pendidik sejalan dengan aliran progressivisme karena sama-sama menekankan kebebasan kepada peserta didik untuk berkembang sesuai potensi yang dimilikinya, sedangkan pendidik hanya berperan sebagai pembimbing dan mengarahkan peserta didik untuk mengembangkan bakatnya.
4) Metode pendidikan sejalan dengan aliran Idealisme
Metode pendidikan nasional sejalan dengan aliran idealisme karena sama-sama memberikan ketrampilan berfikir logis, memberikan kesempatan menggunakan pengetahuan untuk masalah moral dan sosial, meningkatkan minat terhadap isi mata pelajaran dan mendorong siswa untuk menerima nilai-nilai peradaban manusia dan penanaman nilai-nilai agama.





























BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendidikan nasional adalah pelaksanaan pendidikan suatu negara berdasarkan kepada sosio-kultural, sosio-ekonomis, sosio-psikologis, dan sosio-politis. Pusat orientasi adalah demi eksistensi bangsa, cita-cita bangsa dan negara, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Sedangkan pengertian pendidikan nasional berdasarkan pada Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan nasional pendidikan adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia yang sesuai dengan pancasila dan UUD 1945.
Berbagai aliran filsafat pendidikan memberikan kontribusi yang positif terhadap pendidikan nasional di Indonesia antara lain yaitu:
1. Tujuan pendidikan nasional sejalan dengan tujuan pendidikan aliran perenialisme
2. Kurikulum pendidikan nasional sejalan dengan kurikulum progresivisme.
3. Peran peserta didik dan pendidik sejalan dengan aliran perenialisme dan progresivisme.
4. Metode pendidikan sejalan dengan aliran Idealisme

B. Saran-saran
Pendidikan nasional hendaknya mengambil sisi positif dari berbagai aliran filsafat pendidikan guna mengembangkan pendidikan serta terpenuhinya tujuan dari pendidikan. Sekaligus dapat memaksimalkan tujuan, kurikulum, peran peserta didik dan pendidik, serta metode pendidikan agar visi dan misi pendidikan nasional dapat tercapai serta hasil akhir dalam proses pendidikan yang ditempuh mencerminkan sikap dan perilaku yang berlandaskan pancasila dan UU Dasar.





DAFTAR PUSTAKA

Barnadib, Imam.1976. Filsafat Pendidikan System dan Metode. Yogyakarta: Andi Offset.
Noor syam, Mohammad. 1986. Filsafat Kependidikan Dan Dasar Filsafat Kependidikan Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional.

Sadulloh.Uyoh. 2007. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta
Sistem Pendidikan Nasional (UU RI No. 2 Th. 1989) dan Peraturan Pelaksanaannya.1995. Jakarta: Sinar Grafika.
Wangsa Ghandi HW. Teguh. 2011. Filsafat Pendidikan ; mahzab-mahzab fisafat
pendidikan, Yogyakarta: Ar-ruzz Media.

G+

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di IPMAWANKU

0 komentar:

Artikel terkait :