Minggu, 11 Maret 2012

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Ketika kita bicara mengenai globalisasi, berarti kita berbicara mengenai perubahan. Dimana dulu orang lebih senang menghabiskan waktu pagi dan waktu istirahat untuk membaca berita dikoran dan ditemani dengan secangkir kopi, tetapi disaat ini, saat sudah terjadi perubahan, orang bangun tidur dengan enaknya dan enjoynya langsung mencari dan memegang Hp. Hp saat ini sudah bisa dikatakan menjadi kebutuhan pokok. Dikalangan anak-anak Sekolah Dasar pun sudah pada megang Hp. Bahkan bukan lagi dikalangan sekolah dasar, dikalangan orang tidak mampu pun sekarang sudah mempunyai HP, seperti: pemulung (orang pemungut ampah),  tukang becak, pengamen bahkan anak-anak dipinggir jalan. Hp yang mereka pegang tidak asal-asalan Hp, tapi benar-benar Hp yang bermerk seperti blackberry dan sejenisnya. Mereka dengan asiknya memainkan Hp, bahkan hampir semua mereka telah pada kenal dengan yang namanya facebookan, bahkan orang-orang terpelajar pun ada yang tertinggal dengan kemajuan mereka.
Dengan adanya realita seperti itu, bisa dibilang globalisasi itu seperti mesin, mesin yang dapat melaju dengan cepat. Bahkan kecepatannya melampui kecepatan pola pikir manusia.
Pada saat ini, Negara china yang bisa dibilang Negara yang paling licik dan cerdik sedunia. Dengan kecerdikannya china dapat memanipulasi barang-barang elektronik merk-merk terkenal yang sangat canggih dan dia menjualnya dengan harga 10 kali lipat dibawah harga pasaran dengan pertimbangan bahwa Hp yang mereka jual adalah Hp yang memiliki spesifikasi atau dilengkapi dengan fasilitas seperti yang terdapat pada merk-merk terkenal. Ini merupakan salah satu momok bagi para Negara yang menciptakan barang elektronik tersebut, dimana secara lambat laun pasti mereka bakalan gulung tikar kalau mereka tidak bisa mengimbanginya.
Dengan sifat liciknya china mengajak Negara-negara yang berkembang seperti inggris dan jerman yang memiliki teknologi sangat maju untuk bergabung dengan china. Kalau mereka tidak mau pastinya produk-produk yang mereka jual tidak akan laku dipasaran.
Ternyata dibalik semua ini, china memiliki visi bahwa china ingin bahasa china menjadi bahasa dunia. Yang mana dulu inggris dengan bahasa inggrisnya dapat menguasi dunia dan menjadikan bahasa inggris adalah bahasa dunia.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan problematika diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Apa paradigma pendidikan dalam menentukan arah kemajuan bangsa?
2.      Bagaimana peran pendidikan dalam derasnya arus globalisasi diindonesia?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Globalisasi
Kata atau istilah globalisasi dewasa ini telah menjadi kata sehari-hari yang di ucapkan di mana-mana baik oleh para pejabat sampai ke orang-orang biasa di jalan-jalan. Kita telah sangat mengenal ungkapan-ungkapan mengglobal (globalized), proses globalisasi (globalization) dan globalisme sebagai kata sifat. Ada baiknya apabila kita teliti apa sebenarnya arti yang terkandung di dalam istilah globalisaasi tersebut. Pengertian umum globalisasi merupakan suatu pengertian ekonomi. Namun demikian konsep globalisasi yang baru masuk kajian dalam universitas pada tahun 80-an, pertama-tama merupakan pengertian sosiologi yang di cetuskan oleh Roland Roberston daari University of pittsburgh[1].
Sejak masuknya konsep globalisasi di dunia Universitas, mulai terjadi debat akademik, misalnya, kapan proses globalisasi itu di mulai?, pada dasarnya debat akademik mengenai prosse globalisasi dapat di rumuskan dalam tiga kemungkinan yaitu:
1.      Globalisasi muncul sejak manusia hidup di bumi ini
2.      Proses globlalisasi lahir sejalan dengan modernisasi yang mulai di kenal dalam peradaban barat yang sejalan dengan perkembangan kapitalisme.
3.      Proses globalisasi merupakan fenomena baru yang berkaitan dengan paska industri, pasca modern, atau disorganisasi kapitalisme[2]
Abad ke-21, adalah abad globalisasi yang ditandai oleh kebebasan dan keterbukaan, telah tampil diambang pintu. Istilah globalisasi pertama kalinya diperkenalkan oleh Theodore Levitte pada tahun 1985, telah menjadi kata magis, yang sulit disingkirkan dalam semua topic bahasan.Abad ini adalah abad penuh harapan, sarat dengan peluang positif yang dapat dimanfaatkan.[3] Dalam memasuki era globalisasi yang sangat kompetitif, suka atau tidak suka, siap atau tidak siap, akan kita hadapi, sehingga perlu adanya upaya-upaya antisipasi yang harus dilakukakan agar kehadirannya merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Terkait mengenai globalisasi, salah satu pandangan yang dapat di simak adalah pandangan Akhbar ahmad dan Hasting, mereka memberi arti bahwa globalisasi pada dasarnya mengacu pada perkembangan yang cepat di dalam teknologi komunikasi, transformasi, informasi yang dapat membawa bagian-bagian dunia yang jauh bisa di jangkau dengan mudah[4].

B.     Potret Pendidikan Sekarang
Pendidikan merupakan upaya sadar orang dewasa (terencana ataupun tidak terencana), bertujuan untuk mewujudkan peserta didik secara aktif, inovatif dan kreatif guna mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan kecerdasan (intelektual, emosional dan spiritual), berupaya membentuk akhlak mulia dan menumbuhkan keterampilan-keterampilan yang diperlukan. Baik untuk dirinya, masyarakat ataupun lingkungan di mana mereka tinggal. Sejalan dengan itu, sistem pendidikan nasional pun telah berupaya menjawab dan mengendalikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisensi manajemen pendidikan sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Di samping itu juga, sistem pendidikan berupaya mengendalikan pemerataan kesempatan pendidikan secara serasi, selaras dan seimbang.
Gambaran umum kehidupan masyarakat saat ini, mengalami banyak kemajuan dalam segala bidang, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi ataupun komunikasi mulai dari yang sifatnya tradional hingga yang paling canggih. Ini terbukti dari munculnya banyak lembaga pendidikan seperti Pendidikan Anak Usia Dini, Kelompok Bermain, Pendidikan Karakter, Semakin Berkembangnya Sekolah Kejuruan dan masih banyak lagi.
Dibalik semua itu banyak kita lihat dan dengar pembicaraan orang tua (baik secara langsung atau tidak langsung) telah menyatakan keluhan dan keperihatinan terhadap anak-anaknya. Keluhan-keluhan tersebut meliputi:
1.      Lapangan pekerjaan terbatas tetapi tiap tahun lahir tenaga kerja yang melimpah, sehingga lapangan pekerjaan tidak mampu untuk mengimbangi atau menerima calon tenaga kerja yang baru.
2.      Model-model pakaian yang memicu kepada gairah seks. Yang berujung pada praktek pornografi dan pornoaksi semakin hari semakin marak.
3.      Pergaulan bebas sudah tidak bisa dibatasi. Terbukti banyaknya anak-anak muda yang hamil diluar nikah dan banyaknya yang melakukan aborsi.
4.      Pergaulan anak dengan orang tua kurang memperhatikan moral, akan tetapi lebih mementingkan kepada materi dan keilmuan. Sehingga suasana sopan santun dan keharmoisan dalam bergaul tak terasa lagi.
5.      Persoalan agama hanya merupakan simbol-simbol ritual, sedangkan amaliyah dan syari'atnya kurang dikerjakan. Sehingga umat beragama nyaris kehilangan identitas keagamaannya.
Di samping persoalan diatas, pendidikan juga tidak lepas dari persoalan orang tua, disana sini terkandung beban yang sangat berat guna membina generasi muda yang memiliki "BOM" (Basic of Material). Banyak orang tua yang tidak bisa menyediakan biaya pendidikan yang cukup mahal[5]. Karena biaya sekolah yang makin bertambah mahal.
Berdasarkan  UU RI No. 20 Th. 2003, Bab VI,  mengenai pendidikan nasional mulai dari, Jalur, Jenjang dan Jenis Pendidikan, Bagian kesatu, Umum, pasal 13, jalur pendidikan terdiri atas pendidiknan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Yang dimaksud dengan pendidikan formal adalah jalur, jenjang dan jenis pendidikan yang dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat. Adapun pendidikan nonformal adalah pendidikan yang dikelola oleh masyarakat, Sedangkan pendidikan informal adalah pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
Memperhatikan kepada UU tersebut sudah cukup jelas maksud dan tujuan yang hendak dicapai. Namun yang menjadi masalah adalah nuansa-nuansa pendidikan di luar ketiga jalur pendidikan di atas, yakni pendidikan yang secara tidak langsung seperti kegiatan politik yang tidak sehat, kegiatan-kegiatan yang berlangsung di masyarakat, siaran atau berita yang disampaikan melalui media masa dan media elektronik telah membantuk moral baru bagi generasi muda, cenderung merusak kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai bentuk keperihatinan pendidikan yang merusak atau cenderung mempengaruhi kehidupan berbangsa dan bernegara yang kurang baik terhadap pembentukan moral bangsa adalah adanya persoalan-persoalan material, spritual, sosial, politik dan peradaban serta pemahaman sempit tentang pendidikan. Yang selama ini belum terpecahkan telah menganggu ketertiban pelaksanaan pendidikan.
Dengan demikian muncul persoalan-persoalan baru, yakni persoalan rasialisme, keamanan dan peningkatkan angka kriminalitas, lapangan kerja, dan hilangnya berbagai standar nilai kemanusiaan. Di mana-mana terjadi kerusuhan, musibah silih berganti, semua itu telah mempengaruhi terhadap perkembangan jiwa generasi muda. Disadari atau tidak bahwa efik samping kejadian dan peristiwa tersebut telah berpengaruh terhadap perkembangan moral atau akhlak, sehingga dewasa ini sering muncul bentuk-bentuk kejahatan yang dirasakan dan cukup meresahkan kehidupan masyarakat, yakni menjamurnya bentuk-bentuk pemalsuan, penipuan, pencurian, penghianatan, tidak menepati janji dan tidak komitmen terhadap kebijakan, dan lain sebagainya.
Persoalan tersebut tidak lepas dari persoalan pendidikan yang kurang memperhatikan kepada pendidikan moral, di sekolah-sekolah mata pelajaran sejarah sudah ditiadakan, yang mana secara tidak langsung telah memberikan pengalaman hidup berbangsa dan bernegara yang seyogyanya menjadi bahan renungan bagi generasi muda untuk memperbaiki kehidupan berbangsa dan bernegara. Menurut UU pendidikan nasional memang pemerintah telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelenggarakan pendidikan dengan sebaik-baiknya, setiap tahun dan setiap ada pergantian pimpinan selalu berupaya menyempurnakan kurikulum, pola dan starategi pembelajaran, namun demikian penyempurnaan tersebut hanya terarah kepada pembinaan pengetahuan dan keterampilan, terarah pada pembinaan pola dan sterategi pembelajaran dan peningkatan mutu pendidikan. Akan tetapi jarang menyangkut pada peningkatan moral peserta didik, Serta kurang adanya pegawasan terhadap kinerja guru agama di sekolah-sekolah umum terbukti adanya pembagian jam pelajarannyapun sangat terbatas. Dalam waktu 2 (dua) jam perminggu tidaklah cukup untuk menyelenggarakan pendidikan agama plus pembentukan akhlak atau kepribadian. Di samping itu pendidikan agama belum mampu mengimbangi kemajuan ilmu dan teknologi serta komunikasi.
C.    Dampak Globalisasi Dalam Dunia Pendidikan
Pengaruh globalisasi tidak hanya berdampak pada sektor perdagangan dan ekonomi, tetapi bisa jadi pengaruhnya kepada moral, budaya dan kebiasaan-kebiasaan. Dampak globalisasi juga berpengaruh dalam bidang pendidikan anak, yaitu akan menurunkan kualitas pendidikan karena pengaruh perdagangan bebas narkoba yang menyebabkan hilangnya makna nilai-nilai moral pada umumnya, bahkan hilangnya nilai-nilai agama.[6]
Masyarakat pun mempunyai pandangan masing-masing mengenai dampak globalisasi. Bagi masyarakat yang berpandangan optimistik akan menganggap globalisasi sebagai tantangan untuk saling berkompetisi membangun kehidupan baru serta pemanfaatan perkembangan teknologi untuk memudahkan dalam memenuhi kebutuhan hidup, baik dari segi sandang, pangan, papan,kesehatan maupun fasilitas pendidikan. Tetapi bagi masyarakat yang pesimistik akan memandang globalisasi sebagai jalan menuju kehancuran. Manusia semakin terseret arus globalisasi yang serba modernis. Manusia kian terjebak dengan perkembangan teknologi yang mengantarkan mereka ke dalam ‘kiamat’ yang diciptakan mereka sendiri.
Memang benar, sesuatu yang diciptakan di dunia ini pasti mengandung unsur positif dan negatif.  Begitu pula globalisasi, mengandung sisi positif dan  negatif. Tergantung bagaimana masyarakat memanfaatkannya dan mengatur strategi agar tidak terseret arus globalisasi. Berikut ini akibat dari globalisasi yang membawa dampak positif, antara lain :
1.      Dibangunnya masjid dan mushola di tempat umum dan tempat kerja serta sekolah-sekolah termasuk sarana pendukung yang diperlukan. Pembangunan ini tidak hanya dimanfaatkan untuk shalat tetapi juga untuk kegiatan maslahat lainnya.
2.      Semakin berkembangnya ruang pendidikan agama Islam atau dakwah melalui mass media cetak maupun elektronik.
3.      Diadakannya pendidikan Taman Kanak-kanak yang bernafaskan Islam, sehingga para remaja memperoleh pendidikan agama Islam pada saat yang lebih awal lagi.
Sedangkan dampak negatif dalam bidang pendidikan dapat dilihat, antara lain:
1.      Semakin diminatinya pendidikan umum yang ternyata lebih mampu menghadapi tantangan duniawi dalam arti jasmaniah dan materi. Sedangkan pendidikan umum yang lebih bercorak Islam milik lembaga atau yayasan umat Islam tidak mampu bersaing dalam segi kualitas dan kuantitas.
2.      Masyarakat cenderung untuk memilih pendidikan yang lebih dapat menjawab tuntutan dan tantangan atas kebutuhan hidup duniawi. Sedangkan pendidikan umum hanya memberikan bagian waktu yang kecil bagi pelajaran agama, misalnya hanya 2x45 menit saja dalam satu minggu. Berarti kekurangan yang terjadi dalam pendidikan agama ini harus diperoleh dari sumber-sumber lain ( pendidikan non formal ). Jika kekurangan ini tidak terisi berarti akan hilanglah keseimbangan antara IMTAQ dan IPTEK dari para peserta didik.
3.      Kebudayaan mengaji pagi atau mengaji sore dan juga pengajian malam hari telah tidak dominan lagi di dalam masyarakat Islam.
4.      Wanita turut bekerja di lapangan pekerjaan ( di luar rumah ), yang berarti suatu kehilangan kesempatan bagi orang tua ( terutama ibu ) untuk mengawasi dan membimbing anak-anaknya.
5.      Pengaruh media cetak dan elektronik siaran TV, Internet yang tidak terbendung, sehingga siaran TV dan Internet juga harus dianggap sebagai suatu lingkungan hidup tambahan bagi para remaja. Hal ini juga ditambah dengan tidak adanya batas usia bagi yang menyaksikan film-film tersebut, termasuk isu-isu yang memecah belah bangsa dan masalah-masalah yang belum pantas diterima oleh anak-anak.
6.      Jumlah anggota keluarga yang semakin mengecil. Hal ini berbeda dengan model masyarakat masa lalu yang biasanya berjumlah besar dimana sebenarnya anggota keluarga yang lebih tua dapat membantu bagi pendidikan dan pengawasan bagi anggota keluarga yang lebih muda.
7.      Akibat pendidikan umum telah “lebih mampu” menjawab tantangan duniawi dan materi dari masyarakat,  maka pendidikan agama dalam arti lembaga (institusionil) merupakan pendidikan yang kurang mempunyai daya tarik bagi sebagian masyarakat Islam Indonesia. [7]
Selain itu, di Indonesia sendiri mengalami ketidaksiapan dalam mencetak SDM yang berkualitas dan bermoral yang dipersiapkan untuk terlibat dan berkiprah dalam persaingan globalisasi, yang menimbulkan dampak negatif yang tidak sedikit jumlahnya bagi masyarakat. Paling tidak, ada tiga dampak negatif yang akan terjadi dalam dunia pendidikan kita.
1.      Dunia pendidikan akan menjadi objek komoditas dan komersil seiring dengan kuatnya hembusan paham neoliberalisme yang melanda dunia. Paradigma dalam dunia komersial adalah usaha mencari pasar baru dan memperluas bentuk-bentuk usaha secara terus-menerus. Globalisasi mampu memaksa liberalisasi berbagai sektor yang dulunya non-komersial menjadi komoditas dalam pasaar yang baru. Tidak heran apabila sekolah masih membebani orang tua murid dengan sejumlah anggaran berlabel uang komite atau uang sumbangan pengembangan institusi meskipun pemerintah sudah menyediakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
2.      Mulai longgarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara. Tuntutan untuk berkompetisi dan tekanan institusi global, seperti IMF dan World Bank, mau atau tidak, membuat dunia politik dan pembuat kebijakan harus berkompromi untuk melakukan perubahan. Lahirnya UUD 1945 yang telah diamandemenkan, UU Sisidiknas, dan PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) setidaknya telah membawa perubahan paradigma pendidikan dari corak sentralistis menjadi desentralistis.
3.      globalisasi akan mendorong delokasi dan perubahan teknologi dan orientasi pendidikan. Pemanfaatan teknologi baru, seperti komputer dan internet, telah membawa perubahan yang sangat revolusioner dalam dunia pendidikan yang tradisional. Pemanfaatan multimedia yang portable dan menarik sudah menjadi pemandangan yang biasa dalam praktik pembelajaran di dunia persekolahan kita. Di sinilah bahwa pendidikan menjadi agenda prioritas kebangsaan yang tidak bisa ditunda-tunda lagi untuk diperbaiki seoptimal mungkin.[8]
D.    Pendidikan Menyikapi Globalisasi
Realitas pendidikan saat ini bisa dikatakan telah mengalami intelektual deadlock. Ini terbukti karena minimnya pembaharuan. Walaupun saat ini telah terjadi pembaharuan dibidang pendidikan, tetapi pembaharuan tersebut masih kalah cepat dengan pembaharuan dibidang social, politik, dan kemajuan ilmu teknologi dan komunikasi. Karena pada saat ini masih banyak tenaga pendidik yang belum bisa dan mampu untuk menggunakan alat-alat elektronik semisal komputer. Ini terbukti dari ketidak berdayaan kurikulum dan silabus yang umumnya digunakan oleh lembaga pendidikan dalam mengantisipasi perubahan global, karena setiap ada kelulusan peserta didik kebanyakan mereka masih kebingungan dengan bekal keilmuan yang dimilikinya bila keahlian tersebut dihadapkan pada lapangan kerja yang ada.
Selain itu, pendidikan saat ini masih memelihara warisan yang lama dan kurang bahkan tidak adanya pemikiran yang kreatif, iniovatif dan kritis terhadap isu-isu actual.[9] Akibatnya ilmu-ilmu yang dipelajari saat ini adalah ilmu-ilmu klasik, sementara ilmu-ilmu yang modern yang ilmu tersebut dirangkum sedemikian rupa oleh pemikiran-pemikiran yang kreatif, inovati bahkan kreatif dalam mendesainya nyaris tak tersentuh sama sekali. Sehingga pendekatan yang dipakai pada pendidikan saat ini adalah pendekatan intelektualisme-verbalistik sehingga pendidikan ini bersifat transfer of knowledge. Disini guru diidealisasikan sebagai orang yang serba tahu, lebih dewasa, dan lebih berilmu. Sehingga secara tak langsung membunuh kreativitas para siswa. 
Dengan semakin maju dan berkembangnya zaman saat ini lebih baik pendidikan itu memandang arus global jangan sebagai kawan atau lawan tapi sebagai dinamisator bagi pendidikan. Jika pendidikan mengambil antiglobal maka pendidikan tersebut akan macet dan mengalami penutupan intelektual.[10] Sebaliknya jika pendidikan terbawa oleh arus global maka pendidikan akan kehilangan jati dirinya. Karena nilai-nilai pendidikan yang selama ini dibina akan terhapuskan oleh nilai-nilai yang baru. Sebaiknya pendidikan saat ini melakukan system buka tutup (istilah kepolisisan saat terjadi kemacetan) atau system tarik ulur terhadap arus global, yaitu apabila konsep pendidikan saat ini sesuai dengan idiologi pendidikan yang sudah dipakai maka itu ditarik bahkan dikembangkan, sementara yang tidak sesuai itu diulur, dilepaskan dan ditinggalkan. Jadi dengan demikian akan menghasilkan desain pendidikan yang sangat tepat guna sesuai dengan perkembangan zaman dan arus globalisasi tanpa kehilangan nilai dan idiologinya.
E.     Usaha Pendidikan Mengimbangi Arus Globalisasi
Dengan semakin berkembangnya arus globalisasi dan semakin tertuntutnya pendidikan untuk menyediakan lulusan yang tepat guna sesuai dengan tuntutan zaman maka pendidikan sebaiknya melakukan upaya-upaya dalam menghadapi tantangan global. Jika pendidikan tidak melakukan usaha pembenahan maka pendidikan akan sebagai penonton atau bukan pemain bahkan sebagai konsumen dan berakhir pada ketertindasan. Karena hanya pendidikan saja yang mampu untuk mengatasinya. Maka sebaiknya format ulang atau install ulang terhadap pendidikan tak perlu dielakkan lagi dan sebaiknya harus segera dilakukan. Install ulang pendidikan ini dimulai dari satu aspek dulu baru keaspek yang lain, yaitu pembenahan wawasan dan pola pikir yaitu berbuat secara local dan berpikir secara global. [11] Jika itu sudah terlaksana maka aspek yang lain akan mudah untuk mengikutinya.
Dalam berbuat secara social ini, pendidikan dikonsep untuk mengembangkan potensi-potensi sumber daya manusia yang ada diindonesia yang sifatnya local dulu, yang mana ada orang yang beranggapan bahwa otak orang Indonesia mahal harganya karena jarang dipakai. Nah ini merupakan suatu wacana yang bagus untuk kebangkitan pendidikan karena akan memberi motifasi bahwa pendidikan bisa jadi lebih baik dengan mengembangkan otak kita secara maksimal. Dengan konsep yang demikian itu nantinya akan terlahir para praktisi pendidikan yang tahu mengenai seluk beluk Negara Indonesia yang kaya akan sumber dayanya sehingga nilai, jati diri dan budaya bangsa akan teragkat lagi dan takkan punah. 
Selain berbuat secara local pendidikan jaga harus melakukan konsep pembelajaran yang berwawasan dunia. Dimana dalam praktek pembelajaran pendidikan bersifat fleksibel untuk menyisipkan pola pikir yang luas dan kritis dalam menerima segala aspek perubahan yang sifatnya baik dan membangun yang sesuai dengan idiologi bangsa. Dengan berfikir secara menyeluruh ini, para peserta didik tidak akan kuper dan ketinggalan jaman. Karena dengan adanya perkembangan teknologi internet yang sudah bisa diterima oleh semua golongan bahkan sekarang dipedesaan sudah ada internet, ini akan memudahkan para peserta didik untuk mengetahui dunia secara global. Karena dengan adanya internet dunia luas ini berada sepeti bola yang bisa kita pegang kapan saja dengan mudahnya dan kita dapat mengetahui semua sisinya.
Dengan hadirnya konsep seperti itu maka budaya local jatidiri bangsa akan terangkat dan akan menjadi senjata bagi pertarungan global. Karena budaya local diindosesia tidak terdapat dinegara-negara lain, bahkan dinegara maju seperti amerika tidak memiliki budaya seperti budaya kita.[12] Dengan diangkat kembali budaya local maka pendidikan tidak akan kehilangan idiologinya sehingga jika pendidikan diibaratkan seperti layang-layang dan idiologi pendidikan seperti pemainnya maka layang-layang tersebut akan tetap melayang diangkasa dan takkan tergoyahkan bahkan terombang-ambing oleh badai (arus Global). Sehingga pendidikan akan tetap eksis dengan jatidirinya dan takkan kekurangan suatu apapun untuk menghadapi arus global bahkan pasar globalpun.


BAB III

PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat di tarik suatu kesimpulan secara singkat bahwasanya terkait mengenai globalisasi, salah satu pandangan yang dapat di simak adalah pandangan Akhbar Ahmad dan Hasting, mereka memberi arti bahwa globalisasi pada dasarnya mengacu pada perkembangan yang cepat di dalam teknologi komunikasi, transformasi, informasi yang dapat membawa bagian-bagian dunia yang jauh bisa di jangkau dengan mudah.
Pada masa sekarang ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak secara positif dan juga negatif dalam kemajuan ranah pendidikan terutama dalam pendidikan islam. 
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini, sekolah-sekolah lebih menekankan pembelajarannya pada ranah kognitif saja, pengamalan dari idiologi pendidikan seakan-akan dikesampingkan. Karena pendidikan lebih menekankan pada pengembangan intelektual saja, kemampuan rohaniah jarang diasah.
 
B.     Saran-saran
1.      Derasnya arus globalisasi yang semakin berkembang seharusnya dunia pendidikan mampu menyikapi dan mengimbanginya secara bijaksana tanpa harus meninggalkan nilai-nilai dan kebudayaan yang telah di miliki sebelunnya, sehingga tidak ada keresahan yang di rasakan oleh para orang tua maupun masyarakat, khususnya masyarakat indonesia dalam mengikuti kencangnya arus globalisasi dalam pendidikan saat ini. 
2.      Sebaiknya pendidikan melakukan konsep ulang terhadap sistem yang selama ini dipakai. Dengan merekontruksi sistem yang dipakai, yaitu mengacu pada nilai-nilai budaya yang telah ada dalam sistem pendidikan sebelumnya, sehingga terangkatlah budaya lokal tersebut ke dalam dunia global. 

DAFTAR PUSTAKA
Agus Salim. 2007. Indonesia Belajarlah;Membangun Pendidikan Indonesia. Tiara Wacana: Yogyakarta.
Amin abdulah dan Rahmat, 2004,  Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi,  Ar Ruzz Media: Yogyakarta
Burdjani. AS, ,Artikel Mengenai Potret Pendidikan Masa Kini,  Dosen di IAIN Antasari Banjarmasin
Djohar. 2003. Pendidikan strategic; Alternative Untuk Pendidikan Masa Depan. LESFI: Yogyakarta.
Dr. Hasbi Indra, MA,2005, Pendidikan Islam Melawan Globalisasi , Ridamuulia: Jakarta
Fina Faaizah, Makalah tentang Dampak Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan di Indonesia, Http//www.google.com, Diakses pada tanggal 11 Mei 2011
H.A. Yakub Matondang, 1998, Perguruan Tinggi Islam di Era Globalisasi, Tiara Wacana: Yogyakarta
H.A.R. Tilaar , 1997,  pegembangan sumber daya manusia dalam ere globalisasi: visi, misi,dan program aksi pendidikan dan pelatiahan menuju 2020   PT Grasindo: Jakarta
Imam Machali, Musthofa, dkk., 2004. Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi. Yogyakarta, PRESMA Fak. Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga. 
 



[1] Malcom waters, globalization halm, 38
[2] H.A.R. tilaar , pegembangan sumber daya manusia dalam ere globalisasi: visi, misi,dan program aksi pendidikan dan pelatiahan menuju 2020 (jakarta: PT Grasindo, 1997) hlm 15-16
[3] Yakib Matondang dkk, Perguruan Tinggi Islam Era Globalisasi, (Yogyakarta: Penerbit IAIN Sumatera Utara, 1998) hal 3

[4]Akbar S. Ahmad dan Hasting donnan, islam, globalization and postmodernity,(london: roudledge,1994) , hlm 1, dalam buku Dr. Hasbi Indra, MA, Pendidikan Islam Melawan Globalisasi (Jakarta:Ridamuulia, 2005) hlm, 59

[5] Burdjani. AS, ,Artikel Mengenai Potret Pendidikan Masa Kini,  Dosen di IAIN Antasari Banjarmasin

[6] Imam Machali, Musthofa, dkk., Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi. ( Yogyakarta, PRESMA Fak. Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2004 ), Hlm 31
[7] H.A. Yakub Matondang, Perguruan Tinggi Islam di Era Globalisasi, ( Yogyakarta, Tiara Wacana, 1998  ), Hlm 80
[8] Fina Faaizah, Makalah tentang Dampak Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan di Indonesia, Http//www.google.com, Diakses pada tanggal 11 Mei 2011
[9] Djohar. Pendidikan strategic; Alternative Untuk Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: LESFI. 2003. hlm. 15.
[10] Amin abdulah dan Rahmat. Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi. Yogyakarta: Ar Ruzz Media. 2004. hal: 10.
[11] Ibid. hal: 16.
[12] Agus Salim. Indonesia Belajarlah;Membangun Pendidikan Indonesia. Yogyakarta: Tiara Wacana. 2007. hal. 301.

G+

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di IPMAWANKU

0 komentar:

Artikel terkait :