Minggu, 11 Maret 2012

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidak dipungkiri bahwa Pertumbuhan dan kemajuan teknologi yang begitu pesat, menuntut perubahan di segala bidang tidak terkecuali dalam bidang pendidikan. Mungkin sebagai respon dan keinginan untuk segera survive dan maju. Namun, dalam dunia pendidikan sifat fleksibilitas dalam segala bentuk bisa jadi menimbulkan pandangan yang berubah-ubah, pelaksanaan yang kurang stabil dan tidak menentu. Sehingga menyebabkan pendidikan kehilangan arah. Padahal menurut pandangan kaum esensialis, pendidikan seharusnya bersendikan pada nilai-nilai yang dapat mendatangkan stabilitas yaitu nilai yang memiliki tata yang jelas dan telah teruji oleh waktu.
Pada awalnya Esensialisme merupakan suatu aliran filsafat yang dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Dalam hal ini esensialisme sebagai aliran yang didasari oleh idealisme dan realisme memandang bahwa berubah atau tidaknya suatu pendidikan baik perubahan menjadi lebih maju atau bahkan lebih mundur bukanlah hal yang utama tetapi esensi dari pendidikan atau nilai-nilai pokok itulah yang terpenting, dengan kata lain bergerak dari skill dasar menuju skill yang bersifat semakin kompleks.
Berkaitan dengan hal-hal esensial atau mendasar, seharusnya manusia tahu dan menyadari sepenuhnya tentang dunia dimana mereka tinggal dan juga bagi kelangsungan hidupnya Pada dasarnya esensialisme memang menginginkan agar manusia kembali ke kebudayaan lama. Mengapa demikian? Karena kaum esensialis berpendapat bahwa kebudayaan lama banyak memperbuat kebaikan-kebaikan untuk umat manusia. Kebudayan-kebudayaan lama yang paling mereka pedomani adalah peradaban semenjak zaman renaisans.
Essensialisme memiliki corak pendidikan yang terikat kepada hal-hal yang fisik, tetapi juga mengutamakan sepiritualitas. Di sisi lain Essensialisme juga mengembangkan bakat dan minat peserta didik dalam membentuk karakter sesuai dengan perkembangan zaman. Jika demikian, mungkinkah esensialisme itu lebih berasas fleksibilitas melebihi progresifisme?sedangkan esensialisme mempunyai corak pemikiran yang idealis dan realistis melebihi idealisme. Bagaimana sebenarnya kedudukan kedua aliran itu sehingga melahirkan essensialisme yang sedemikian rupa?

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan permasalahan-permasalahan dalam konsep makalah ini yang akan dibahas antara lain:
a. Bagaimana latar belakang munculnya aliran filsafat pendidikan esensialisme?
b. Bagaimana esensi pendidikan menurut aliran esensialisme?
c. Bagaimana implikasi aliran esensialisme dalam pendidikan di Indonesia?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Esensialisme
Secara etimologi esensialisme berasal dari bahasa Inggris yakni essential (inti atau pokok dari sesuatu), dan isme berarti aliran, mazhab atau paham. Menurut Brameld bahwa esensialisme ialah aliran yang lahir dari perkawinan dua aliran dalam filsafat yakni idealisme dan realisme. Aliran ini menginginkan munculnya kembali kejayaan yang pernah diraih, sebelum abad kegelapan atau disebut “the dark middle age” (pada zaman ini akal terbelenggu, adanya stagnasi dalam ilmu pengetahuan, dan kehidupan diwarnai oleh dogma-dogma gerejani).Zaman renaissance timbul karena ingin menggantikannya dengan kebebasan dalam berpikir.
Essensialisme dianggap oleh para ahli sebagai ”conservative road to culture” karena ingin kembali kepada kebudayaan lama dan warisan sejarah. Essensialisme muncul pada zaman Renaisance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progressive yang memberikan pendidikan dengan penuh fleksibilitas, dimana serba terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Sebaliknya Essensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang jelas dan memberikan kestabilan dengan memberikan nilai-nilai terpilih. Nilai-nilai yang dapat memenuhinya adalah yang berasal dari kebudayaan dan filsafat korelatif selama empat abad belakangan, dengan perhitungan zaman Renaissance, sebagai pangkal timbulnya pandangan-pandangan essensialisme awal.
Essensialisme pertama-tama muncul pada awal tahun 1930, yang dipelopori oleh William C Bagley, Isaac L Kandel dan Frederick Breed. Dan pada tahun 1938 mereka mendirikan organisasi dalam bentuk komite esensialis untuk pertimbangan pendidikan di Amerika. Organisasi utama kedua didirikan pada tahun 1950an berupa Dewan Pendidikan Dasar di Amerika dengan juru bicara Himpunan organisasi ini adalah Mortimer Smith dan Arthur Bestor.
Esensialisme merupakan suatu aliran filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik terhadap trend-trend progresif di sekolah-sekolah yang penuh fleksibilitas, terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu sehingga pendidikan seperti ini cenderung mengabaikan kurikulum yang telah ditentukan dan yang menjadi tradisi sekolah. Oleh karena itu esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan, memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas. Para esensialis berpendapat bahwa pengalaman-pengalaman yang diberikan kepada anak harus memiliki nilai esensial dan juga harus memusatkan perhatian kepada kurikulum yang dirancang untuk menanamkan keterampilan-keterampilan dasar yang seharusnya dimiliki oleh anak.
Kalangan esensialis setuju dengan penilaian kalangan perenialis bahwa praktek kependidikan progresif terlalu “lembek” karena dalam upayanya menjadikan belajar sebagai sebuah kesungguhan usaha yang tanpa “derita”. Ia menjauh dari persoalan-persoalan dasar kependidikan. Contohnya, dalam penguasaan “alat-alat” belajar 3R (Reading, Writing, dan Aritmatik) adalah kemampuan dasar membaca, menulis dan berhitung.
Esensialisme, yang memiliki beberapa kesamaan dengan perenialisme, berpendapat bahwa kultur atau budaya kita telah memiliki suatu inti pengetahuan umum yang harus diberikan di sekolah-sekolah kepada para siswa dalam suatu cara yang sistematik dan berdisiplin.
Esensialisme, seperti halnya perenialisme bukan merupakan suatu aliran filsafat tersendiri, yang mendirikan suatu bangunan filsafat, melainkan merupakan suatu gerakan dalam pendidikan yang memprotes terhadap pendidikan progresivisme. Dalam pemikiran pendidikannya memang pada umumnya didasari atas filsafat Idealisme dan realisme yang membentuk corak essensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagi pendukung essensialisme akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing.
Beberapa tokoh yang berperan dalam penyebaran aliran essensialisme dan sekaligus memberikan pola dasar pemikiran esensialisme dalam pendidikan adalah:
1. George Wilhelm Friedrich Hegel (1770 – 1831)
Friedrich Hegel mengemukakan adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan spiritual. Sebuah penerapan yang dapat dijadikan contoh mengenai sintesa ini adalah pada teori sejarah. Hegel mengatakan bahwa tiap tingkat kelanjutan, yang dikuasai oleh hukum-hukum yang sejenis. Hegel mengemukakan pula bahwa sejarah adalah manifestasi dari berpikirnya Tuhan. Tuhan berpikir dan mengadakan ekspresi mengenai pengaturan yang dinamis mengenai dunia dan semuanya nyata dalam arti spiritual. Oleh karena Tuhan adalah sumber dari gerak, maka ekspresi berpikir juga merupakan gerak.
2. George Santayana
Santayana memadukan antara aliran idealisme dan aliran realisme dalam suatu sintesa dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas tertentu. Walaupun idealisme menjunjung asas otoriter atau nilai-nilai, namun juga tetap mengakui bahwa pribadi secara aktif bersifat menentukan nilai-nilai itu atas dirinya sendiri (memilih, melaksanakan).
3. Desiderius Erasmus, humanis Belanda yang hidup pada akhir abad ke 15 dan permulaan abad ke 16, adalah tokoh pertama yang menolak pandangan hidup yang berpijak pada “dunia lain”. Ia berusaha agar kurikulum disekolah bersifat humanistis dan bersifat internasional sehingga dapat diikuti oleh kaum tengahan dan aristokrat
4. Johann Amos Cornenius (1592-1670), tokoh Renaissance yang pertama berusaha mensisitematiskan proses pengajaran. Ia memiliki pandangan realis yang dogmatis dan karena dunia ini dinamis dan bertujuan maka tugas kewajiban pendidikan adalah membentuk anak sesuai dengan kehendak Tuhan.
5. John Locke (1632-1704), tokoh dari Inggris dan populer sebagai “pemikir dunia” mengatakan bahwa pendidikan hendaknya selalu dekat situasi dan kondisi. Ia juga memiliki sekolah kerja untuk anak-anak miskin.
6. Johann Henrich Pestalozzi (1746-1827), mempunyai kepercayaan bahwa sifat-sifat alam itu tercermin pada manusia, sehingga pada diri manusia terdapat kemampuan-kemampuan wajarnya. Selain itu ia percaya akan hal-hal transedental dan manusia mempunyai hubungan transedental langsung dengan Tuhan.
7. Johann Friederich Frobel (1782-1852) seorang tokoh transendental pula yang corak pandangannya bersifat kosmissintetis dan manusia adal;ah makhluk ciptaan Tuhan yang merupakan bagian dari alam ini. Oleh karena itu ia tunduk dan mengikuti ketentuandari hukum-hukum alam. Terhadap pendidikan ia memandang anak sebagai makhluk yang berekspresi kreatif dan tugas pendidikan adalah memimpin peserta didik kearah kesadaran diri sendiri yang murni, sesuai fitrah kejadiannya.
8. Johann Fiedrich Herbart (1776-1841) salah seorang murid Immanuel Kant yang berpandangan kritis. Ia berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebajikan dari yang Mutlak berarti penyesuaian dengan hukum-hukum kesusilaan dan ini pula yang disebut “pengajaran yang mendidik” dalam proses pencapaian tujuan pendidikan.
9. Tokoh terakhir dari Amerika Serikat William T Harris (1835-1909) pengikut Hegel, berusaha menerapkan idealisme objektif pada pendidikan umum. Menurut dia bahwa tugas pendidikan adalah mengizinkan terbukanya realita berdasarkan susunan yang pasti, berdasarkan kesatuan spiritual. Keberhasilan sekolah adalah sebagai lembaga yang memelihara nilai-nilai yang turun temurun dan menjadi penuntun penyesuaian diri setiap orang kepada masyarakat.

B. Esensi Pendidikan aliran Esensialisme
1. Ciri-Ciri Utama Esensialisme
Essensialisme mempunyai tinjauan mengenai kebudayaan dan pendidikan yang berbeda dengan progresivisme. Kalau progresivisme menganggap pandangan bahwa banyak hal itu mempunyai sifat yang serba fleksibel dan nilai-nilai itu berubah dan berkembang, essensialisme menganggap bahwa dasar pijak semacam ini kurang tepat. Dalam pendidikan, fleksibilitas dalam segala bentuk, dapat menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah-ubah dan pelaksanaan yang tidak stabil dan tidak menentu.
Pendidikan yang bersendikan atas nilai-nilai yang bersifat demikian ini dapat menjadikan pendidikan itu sendiri kehilangan arah . Berhubungan dengan pendidikan haruslah bersendikan atas nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan. Nilai-nilai yang dapat memenuhi adalah yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama empat abad. Zaman rainaisans merupakan pangkal timbul nya pandangan-pandangan essensialsme awal. Dan sebelum aliran ini muncul terdapat dua aliran yang menjadikan penyebab timbulnya aliran ini. Yaitu aliran realisme dan idealisme, sumbangan keduanya bersifat eklektik. Artinya dua aliran filsafat ini bertemu sebagai pendukung essensialisme, tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan ciri khas yang dimiliki aliran tersebut.
Diatas telah dikemukakan bahwa Renaisans adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep pikir yang disebut esensialisme. Oleh karena timbul sejak zaman itu, essensialisme adalah konsep yang meletakkan sebagian dari ciri alam pikir modern yang memiliki tujuan umum membentuk pribadi bahagia di dunia dan akhirat dengan isi pendidikannya yang mencakup pada ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang menggerakkan kehendak manusia .
2. Perbandingan Essensialisme dan Perenialisme
Berbicara tentang essensialisme tampak bahwa aliran ini memiliki persamaan dengan perenialisme, dimana sama-sama berpendapat bahwa kultur atau budaya memiliki suatu inti pengetahuan umum yang harus diberikan di sekolah-sekolah kepada para siswa dalam suatu cara yang sistematis. Christopher Lucas menuturkan kesamaan di antara keduanya sebagai berikut :
a. Adanya sama mengajak etis, spiritualis, intelektualis pada tujuan pendidikan umum.
b. Anak-anak mengusahakan pengalihan dan asimilasi, disiplin, materi yang memasukkan unsure-unsur dasar dari budaya local.
c. Sama-sama memperkenalkan kedisiplinan dan control diri dalam belajar.
d. Sama-sama mendukung gagasan kesinambungan sirkuler.
Sungguhpun terdapat banyak kesamaan antara essensialisme dan parenialisme, namun terdapat pula beberapa perbedaan penting yang menjadikan keduanya jelas berbeda sebagi suatu teori kependidikan,. Perbedaan - perbedaan itu secara singkat disarikan oleh George F. Kneller yaitu:
a. Essensialisme secara utuh kurang menekankan intelektualitas dibandingkan dengan perenialisme. Essensialisme lebih kurang memperhatikan kebenaran-kebenaran yang dianggap abadi dan lebih memperhatikan penyesuaian peserta didik terhadap lingkungan sosial dan fisiknya dari pada perenialaisme
b. Essensialisme lebih bersedia(dari pada perenialisme) menyerap masukan-masukan positif progresivme untuk metode pendidikan.
c. Pada sikap yang berlainan terhadap karya-karya besar masa lalu.
Kalangan perenialisme amat menekankan karya-karya semacam itu sebagai perwujudan gagasan universal manusia yang tidak terbatasi waktu.Sermentara itu kalangan essensialis mengaggap karya besar masa lalu sebagi salah satu sumber yang mungkin untuk pengkajian persoalan-persoalan sekarang.
3. Beberapa Pandangan Terhadap Aliran Esensialisme
a. Pandangan Ontologi Essensialisme
Sifat yang menonjol dari ontologi essensialisme adalah suatu konsep bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela pula. Pendapat ini berarti bahwa bagaimana bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita manusia haruslah disesuaikan dengan tata alam yang ada. Dalam hal ini esensialisme menerapkan pola idealisme obyektif dan realisme obyektif :
1. Realisme obyektif yakni mempunyai pandangan sistematis mengenai alam serta tempat manusia didalamnya.
2. ldealisme obyektif, yakni pandangan-pandangannya bersifat menyeluruh dan meliputi segala sesuatu. Idealism menetapkan suatu pendirian bahwa segala sesuatu yang ada ini adalah nyata.
Seperti yang dikemukakan oleh Hegel bahwa adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan spiritual.
Ciri lain mengenai penafsiran tentang sistem dunia tersimpul dalam pengertian-pengertian makrokosmos dan mikrokosmos. Mikrokosmos menunjuk kepada keseluruhan alam semesta dalam arti susunan dan kesatuan kosmis. Mikrokosmos menunjuk kepada fakta tunggal pada tingkat manusia. Manusia sebagai individu, jasmani dan rohani, adalah makhluk yang semua tata serta kesatuannya merupakan bagian yang tiada terpisahkan dari alam semesta. Pengertian mengenai makrokosmos dan mikrokosmos merupakan dasar pengertian mengenai hubungan antara Tuhan dan manusia.

b. Pandangan Epistemologi Essensialisme
Teori kepribadian manusia sebagai refleksi Tuhan adalah jalan untuk mengerti epistemologi esensialisme. Sebab jika manusia mampu menyadari realita sebagai mikrokosmos dan makrokosmos, maka manusia pasti mengetahui dalam tingkat atau kualitas apa rasionya mampu memikirkan kesemestiannya. Berdasarkan kualitas inilah dia memproduksi secara tepat pengetahuannya dalam benda-benda, ilmu alam, biologi, sosial, dan agama.
Pada kacamata realisme masalah pengetahuan ini, manusia adalah sasaran pandangan dengan penelaahan bahwa manusia perlu dipandang sebagi makhluk yang padanya berlaku hukum yang mekanistis evolusionistis, sedangkan menurut idealisme pandangan mengenai pengetahuan ini bersendikan pada pengertian bahwa manusia adalah makhluk yang adanya merupakan refleksi dari tuhan dan yang timbul dari hubungan antara makrokosmos dan microcosmos.
1) Pandangan Kontraversi Jasmaniah dan Rohaniah
Dalam hal ini Esensialisme masih dipengaruhi oleh Pemikiran idealisme dan realisme yang menganggap bahwa rohani adalah kunci kesadaran tentang realita. Manusia mengetahui sesuatu hanya di dalam dan melalui ide, rohaniah.sedangkan kaum realist berpendapat bahwa kita hanya mengetahui sesuatu realila di dalam melalui jasmani. Bagi sebagian penganut realisme, pikiran itu adalah jasmaniah sifatnya yang tunduk kepada hukum-hukum phisis. Konsekuensinya kedua unsur rohani dan jasmani adalah realita kepribadian manusia. Untuk mengerti manusia, baik filosofis maupun ilmiah haruslah melalui hal tersebut dan pendekatan rangkap yang sesuai dalam pelaksanaan pendidikan.
2) Pendekatan (Approach) ldealisme pada Pengetahuan
Kita hanya mengerti rohani kita sendiri, tetapi pengertian ini memberi kesadaran untuk mengerti realita yang lain. Sebab kesadaran kita, rasio manusia adalah bagian dari pada rasio Tuhan yang Maha Sempurna.

Menurut T.H Green, approach personalisme itu hanya melalui introspeksi. Padahal manusia tidak mungkin mengetahui sesuatu hanya dengan kesadaran jiwa tanpa adanya pengamatan. Karena itu setiap pengalaman mental pasti melalui refleksi antara macam-macam pengamalan.
3) Pendekatan (Approach)Realisme pada pengetahuan
a) Menurut teori asosiasionisme
Pikiran atau ide-ide serta isi jiwa adalah asosiasi unsure-unsur penginderaan dan pengamatan.
b) Menurut teori behaviorisme
Aliran ini berkesimpulan bahwa perwujudan kehidupan mental tercermin pada tingkah laku,sebab manusia sebagai suatu organisme adalah totalitas mekanisme biologis sehingga timbul proses yang paling sederhana yang terdiri dari rangsang(stimulus)dari luar(pribadi seseorang )yang disambut dengan tanggapan tertentu(respon)
c) Menurut Teori Koneksionisme
Teori ini menyatakan semua makhluk, termasuk manusia terbentuk (tingkah lakunya) oleh pola-pola connections between (hubungan-hubungan antara) stimulus dan respon. Dan manusia dalam hidupnya selalu membentuk tata jawaban dengan jalan memperkuat atau memperlemah hubungan antara stimulus dan respon. Dengan demikian terjadi gabungan-gabungan hubungan stimulus dan respon, yang selalu menunjukkan kualitas yang tinggi dan rendah atau kuat lemah. Di samping koneksionisme dapat meletakkan pandangan yang lebih meningkat dari assosianisme dan behaviorisme juga menunjukkan bahwa dalam hal belajar perasaan yang dimiliki oleh manusia mempunyai peranan terhadap berhasil tidaknya belajar yang dilakukan.
4) Tipe Epistemologi Realisme
Terdapat beberapa tipe epistemologi realisme. Di Amerika ada dua tipe yang utama :
a) Neorealisme
Secara psikologi neorealisme lebih erat dengan behaviorisme Baginya pengetahuan diterima, ditanggap langsung oleh pikirar dunia realita. ltulah sebabnya neorialisme menafsirkan badan sebagai respon khusus yang berasal dari luar dengan sedikit atat tanpa adanya proses intelek.
b) Cretical Realisme Aliran ini menyatakan bahwa media antara intelek dengan realita adalah seberkas penginderaan dan pengamatan.

c. Pandangan Aksiologi Essistensialisme
Pandangan ontologi dan epistemologi sangat mempengaruhi pandangan aksiologi. Bagi aliran ini, nilai-nilai dambil pandangun-pandangan idealisme dan realisme sebab essensialisme terbina aleh kedua syarat tersebut.
Nilai, seperti halnya pengetahuan diperoleh dan berakar dari sumber-sumber obyektif. Sedangkan sifat-sifat nilai tergantung dari pandangan yang timbul dari realisme dan idealisme . Kedua aliran ini menyangkut masalah nilai dengan semua aspek perikehidupan manusia yang berarti meliputi pendidikan.
1) Teori Nilai Menurut Idealisme
Penganut idealisme berpegang bahwa hukum-hukum etika adalah hukum kosmos, karena itu seseorang dikatakan baik jika banyak interaktif berada di dalam dan melaksanakan hukum-hukum itu. Menurut idealisme bahwa sikap, tingkah laku dan ekspresi perasaan juga mempunyai hubungan dengan kualitas baik dan buruk. Orang yang berpakaian serba formal seperti dalam upacara atau peristiwa lain yang membutuhkan suasana tenang, haruslah bersikap formal dan teratur. Untuk ini, ekspresi perasaan yang mencerminkan adanya serba kesungguhan dan kesenangan terhadap pakaian resmi yang dikenakan dapat menunjukkan keindahan baik pakaian dan suasana kesungguhan tersebut.
George Santayana memadukan antara aliran idealisme dan aliran realisme dalam suatu sintesa dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan pengalaman seseorang turut menentukan adanya kualitas tertentu. Walaupun idealisme menjunjung asas otoriter atau nilai-nilai, namun juga tetap mengakui bahwa pribadi secara aktif bersifat menentukan nilai-nilai itu atas dirinya sendiri (memilih dan melaksanakan).


2) Teori Nilai Menurut Realisme
Prinsip sederhana realisme tentang etika ialah melalui asas ontologi bahwa sumber semua pengetahuan manusia terletak pada keteraturan lingkungan hidupnya. Dapat dikatakan bahwa mengenai masalah baik-buruk khususnya dan keadaan manusia pada umumnya, realisme bersandarkan atas keilmuan dan lingkungan. Perbuatan seseorang adalah hasil perpaduan yang timbul sebagai akibat adanya saling hubungan antara pembawa-pembawa fisiologis dan pengaruh-pengaruh dari Iingkungan.
C. Prinsip-Prinsip Pendidikan menurut aliran esensialisme
1. Tugas pertama sekolah adalah mengajarkan pengetahuan dasariah.
Bagi kalangan esensialis pendidikan mempunyai tugas pokok menyelenggarakan keterampilan-keterampilan dasariah dan materi yang dengan penguasaan penuh,akan menyiapkan peserta didik untuk berfungsi sebagai anggota masyarakat yang berperadaban.
2. Belajar adalah usaha keras dan menuntut kedisiplinan.
Para peserta didik,seperti halnya orang-orang dewasa mudah dialihkan dari tugas-tugas yang menuntut usaha keras. Karena itu mereka perlu mendisiplinkan diri untuk memusatkan perhatian pada tugas yang ada di depan mata Sungguhpun memeng peserta didik tidak mempunyai kemampuan ini dan membutuhkan bantuan guru yang bijaksana menyuguhkan kontek eksternal (lingkungan) yang akan membantu mereka siap melaksanakan tugas berat dan sulit
3. Guru adalah lokus otoritas ruang kelas .
Kalangan essensialis bahwa guru bukanlah orang yang mengikuti keinginan murid atau seorang pemandu. Kiranya, guru adalah orang yang mengetahui apa yang dibutuhkan peserta didiknya untuk diketahui. Dan sedemikian kenal dengan tatanan logis materi ajar dan cara penyampaianya.
Disamping itu guru sebagai wakil dari komunitas orang dewasa berada dalam posisi yang menuntut rasa hormat. Jika rasa hormat tidak datang, guru memiliki hak dan tanggung jawab untuk menata tatanan kedisiplinan yanga akan membawa kearah suasana yang kondusif untuk proses belajar yang tertib.
Inti proses pendidikan adalah asimilasi dari mata pelajaran yang telah ditentukan. Kurikulum diorganisasi dan direncanakan dengan pasti oleh orang dewasa.hal ini sesuai dengan pandangan realism bahwa secara luas lingkungan material dan sosial adalah manusia yang menentukan bagaimana seharusnya ia hidup.esensialisme mengakui bahwa pendidikan akan mendorong individu merealisasikan potensialitasnya. Namun, relisasinya harus berlangsung dalam dunia yang bebas dari perorangan. Oleh karena itu, sekolah yang baik adalah sekolah yang berpusat kepada masyarakat “society centered school” sebab kebutuhan dan minat sosial diutamakan.minat individu dihargai namun diarahkan agar siswa tidak menjadi orang yang mementingkan dirinya sendiri (egoistis,selfish)
4. Sekolah harus mempertahankan metode-metode tradisional yang bertautan dengan disiplin mental.
5. Tujuan akhir pendidikan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umum sebagai tuntutan demokrasi yang nyata.

D. Implikasi aliran esensialisme terhadap pendidikan Indonesia
1. Gerakan Back to Basic
Kaum esensialis berpandangan bahwa sekolah-sekolah harus melatih atau mendidik siswa untuk berkomunikasi dengan jelas dan logis, salah satunya adalah dengan menerapkan program-program esensialist di sekolah-sekolah. Keterampilan-keterampilan inti dalam kurikulum haruslah berupa membaca, menulis, berbicara, dan berhitung, serta sekolah memiliki tanggung jawab untuk memperhatikan apakah semua siswa menguasai keterampilan-keterampilan tersebut.
2. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan esensialisme adalah untuk meneruskan warisan budaya dan warisan sejarah melalui pengetahuan inti yang terakumulasi dan telah bertahan dalam kurun waktu yang lama, serta merupakan suatu kehidupan yang telah teruji oleh waktu dan dikenal oleh semua orang.
Kontribusi sekolah dalam hal ini juga tidak kalah penting, sekolah merancang sasaran mata pelajaran sedemikian rupa, terutama tujuan pelajaran yang dapat dipertanggung jawabkan, yang pada akhirnya memadai untuk mempersiapkan “manusia yang benar-benar hidup”
3. Kurikulum
Kurikulum esensialisme seperti halnya perenialisme, yaitu kurikulum yang berpusat pada mata pelajaran (subject matter centered). Di sekolah dasar penekanannya pada kemampuan dasar membaca, menulis dan matematika. Di sekolah menengah diperluas dengan perluasan pada matematika, sains, humaniora, bahasa dan sastra. Penguasaan terhadap materi kurikulum tersebut merupakan dasar yang esensial bagi “general education” yang diperlukan dalam hidup.
Tentang kurkulum, idealisme memandang hendaklah berpangkal pada landasan ideal dan organisasi yang kuat. Seperti halnya pandangan Herman Herman Harrell Horne, yang digambarkan oleh Bogoslousky, bahwa kurikulum idealisme dapat digambarkan sebuah rumah yang mempunyai empat bagian yakni :
a. Universum. Pengetahuan yang merupakan latar belakang dari segala manifestasi hidup manusia. Di antaranya adalah adanya kekuatan-kekuatan alam, asal-asul tata surya dan lain-lainnya. Basis pengetahuan ini adalah ilmu pengetahuan alam kodrat yang diperluas.
b. Sivilisasi. Karya yang dihasilkan manusia sebagai akibat hidup bermasyarkat. Dengan sivilisasi manusia mampu mengadakan pengawasan terhadap lingkungannya, mengejar kebutuhannya, dan hidup aman dan sejahtera.
c. Kebudayaan. Karya manusia yang mencakup di antaranya filsafat, kesenian, kesusasteraan, agama, penafsiran dan penilaian mengenai lingkungan.
d. Kepribadian. Bagian yang bertujuan pembentukan kepribadian dalam arti ril yang tidak bertentangan dengan kepribadian ideal. Dalam kurikulum hendaklah diusahakan agar faktor-faktor fisiologis, emosional, dan inntelektual sebagai keseluruhan, dapat berkembang harmonis dan organis, sesuai dengan kemanusiaan yang ideal tersebut .
4. Peranan Sekolah dan Guru
Peranan sekolah adalah memelihara dan menyampaikan warisan budaya dan sejarah pada generasi pelajar dewasa ini, melalui hikmat dan pengalaman yang terakumulasi dari disiplin tradisional. Belajar efektif di sekolah adalah proses belajar yang keras dalam penanaman fakta-fakta dengan penggunaan waktu relatif singkat, kurikulum dan lingkungan kelas disusun oleh guru, waktu, tenaga, dan dan semua ditujukan untuk belajar yang esensial.
5. Kedudukan Siswa
Sekolah bertanggung jawab atas pemberian pengajaran yang logis atau dapat dipercaya.sekolah berkuasa untuk menuntut hasil belajar siswa.Siswa pergi ke sekolah untuk belajar bukan untuk mengatur pelajaran.
6. Metode
Esensialisme lebih bersedia (jika dibandingkan dengan perenialisme) menyerap masukan-masukan positif progresivisme untuk metode pendidikan tetapi dalam metode tradisional lebih menekankan pada inisiatif guru.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Esensialisme merupakan aliran yang lahir dari perkawinan dua aliran dalam filsafat yakni idealisme dan realisme Realisme, titik tinjauannya adalah mengenai alam dan dunia fisik, sedangkan idealism modern, pandangan-pandangannya bersifat spiritual. Essensialisme didasari atas pandangan humanisme yang merupakan reaksi terhadap hidup yang mengarah pada keduniawian, serba ilmiah dan materialistik. Yang diwarnai pandangan-pandangan dari paham penganut aliran idealisme dan realisme. ciri utama esensialisme adalah pendidikan haruslah bersendikan atas nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan. Agar dapat terpenuhi maksud tersebut nilai-nilai itu perlu dipilih yang mempunyai tata yang jelas dan yang telah teruji oleh waktu. Nilai-nilai yang dapat memenuhi hal tersebut adalah yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama empat abad belakangan ini.
Belajar menurut esensialisme juga dianggap sebagai masalah ontologi, epistemologi dan axiologi. Pendirian demikian berdasarkan prinsip bahwa perlu verifikasi kodrat realita yang kita pelajari (ontologi). Juga diperlukan reliabilitas pengetahuan yang dipelajari (epistemologi) dan demikian pula nilai dari realitas dan pengetahuan itu (axiologi). Pada prinsipnya proses belajar adalah melatih daya jiwa yang potensial sudah ada. Proses belajar sebagai proses menyerap apa yang berasal dari luar. Yaitu dari warisan-warisan sosial yang disusun di dalam kurkulum tradisional, dan guru berfungsi sebagai perantara.
Menghendaki pendidikan yang bersendikan atas nilai-nilai yang tinggi, yang hakiki kedudukannya dalam kebudayaan. Nilai-nilai ini hendaklah yang sampai kepada manusia melalui sivilisasi dan telah teruji oleh waktu. Tugas pendidikan adalah sebagai perantara atau pembawa nilai-nilai yang ada di dalam gudang di luar ke jiwa peserta didik. Ini berarti bahwa peserta didik itu perlu dilatih agar mempunyai kemampuan penyerapan yang tinggi.

B. Saran-Saran
Telah dijelaskan dalam pembahasan makalah ini bahwasanya sumbangan esensialisme dalam pendidikan sangat baik apabila diterapkan. Akan tetapi dalam penerapannya seharusnya esensialisme melihat dan membedakan tingkatan-tingkatan dalam pendidikan antara pendidikan tingkat dasar.menengah,dan atas. Tidak dipungkiri bahwa pengalaman peserta didik memang penting untuk diberikan,selain itu pendidik hendaknya juga harus menjadi pendamping agar pendidikan itu sendiri tidak kehilangan arah. Oleh karena itu, guru hendaknya adalah orang yang mengetahui apa yang dibutuhkan peserta didiknya untuk diketahui.





















DAFTAR PUSTAKA

Djumberansyah Indar .Filsafat pendidikan(Surabaya:Karya Abditama,1994)
George R . Knight. Filsafat Pendidikan,(Yogyakarta : Gama Media ,2007)
Imam Barnadib, Filasafat Pendidikan System dan Metode, (Yogyakarta : Andi offset,1994),
Jalaludin dan Abdullah Idi,Filsafat Pendidikan (Jakarta:Gaya Media Pratama,2002),
Maragustam,filsafat pendidikan islam,(Yogyakarta:nuha-litera,2010)
Maragustamsiregar.wordpress.com
Surajiyo,filsafat ilmu:suatu pengantar(Jakarta:bumi aksara,2007)
Tadjab,perbandingan Pendidikan,(Surabaya:karya abdi tama,1994)
Uyoh sa’dulloh,pengantar filsafat pendidikan.(bandung:alfabeta,2007),

G+

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di IPMAWANKU

0 komentar:

Artikel terkait :